MovieReview Film

Apakah Review Bisa Jadi Tolok Ukur Pasti Untuk Menikmati Sebuah Produk Hiburan?

Kalau kita perhatikan dalam 1 dekade belakangan (dari awal 2010), kian banyak orang / audiens yang menjadikan review sebagai tolak ukur mereka untuk menikmati produk hiburannya.

Semisal film Batman terbaru rilis, nah kita sebenarnya ingin menyaksikan tapi karena rasa takut ini dan itu atau memang sudah “kebiasaan”, akhirnya kitapun membuka atau menonton review dari reviewer atau media yang sudah nonton.

Dan seringkali pada akhir-akhir kita mengikuti penilaian mereka. Kalau mereka bilang film Batman jelek ya kita gak jadi. Tapi kalau mereka bilang bagus, kita langsung tancap gas ke bioskop terdekat atau untuk sekarang, download filmnya.

Sebenarnya gak salah juga kebiasaan ini. Toh memang ada sisi positifnya juga. Tapi ya itu tadi guys. Apakah review memang menjadi tolok ukur pasti? Apakah mereka adalah “segalanya?”

Review Adalah Opini

Sebelum menjawab, mari kita kilas balik mengapa sebuah review itu sampai bisa ada sejak berpuluh-puluh tahun. Singkat kata sih, review itu pada dasarnya adalah opini.

Atau memang pendapat atau tanggapan individu terhadap produk yang mereka pakai atau nikmati. Dan tentunya gak hanya film atau musik saja. Bahkan produk kosmetik pun gak luput dari review.

Dan setiap individu, tentunya memiliki experience berbeda-beda ketika menggunakan atau menikmatinya. Ada yang merasa puas, ada yang tidak. Kalau bahasa resminya lagi, subyektif.

Review bukanlah pandangan obyektif seperti menyetujui kalau ciri pria adalah memiliki penis. Jadi ya bukan sebuah FAKTA VALID.

Mengapa Menjadi Tolok Ukur?

Kalau demikian, lalu mengapa banyak orang yang kini menjadikan review sebagai tolok ukur? Jawabannya kalau tidak karena keadaan mereka sendiri atau memang sudah percaya dengan media / reviewer nya.

Terkadang ketika kita menyaksikan review salah satu film dari sebuah reviewer, kita akan mengalami kecocokan oleh salah satunya. Kecocokan ini sebagian besar karena penilaian mereka cocok poin-poin nya dengan kita.

Jadi karena sudah cocok, kitapun melihat penilaian mereka dulu sebelum bergerak. Atau memang kita sedang situasi yang “kritis”. Dalam artian, cekak dompet ini. Sehingga untuk nonton film barunya atau beli game barunya, harus benar-benar yang worth-spending.

Nah untuk musik, biasanya lebih ke tujuan kenikmatan batiniah dan juga kedua telinga. Logikanya, siapa sih yang mau beli album Lana Del Rey yang baru, kalau banyak yang memberikan review buruk?

Apakah Memang Harus Menjadi Tolok Ukur?

Lalu kitapun kini kembali ke pertanyaan awal, apakah review memang menjadi tolok ukur pasti untuk menikmati produk hiburan? Kalau gue pribadi gak juga. Seperti yang gue katakana tadi, setiap orang memiliki prefrensinya masing-masing.

Bahkan gue aja yang selalu berpatokan pada review film Chris Stuckmann, terkadang gue juga gak setuju dengan pendapatnya. Karena ya ia juga manusia biasa bukan?

Jadi itu tadi guys. Boleh kita membaca atau menyaksikan review pengguna lain tapi, jangan langsung bulat-bulat menyetujui atau tidak menyetujui. Jadikan sebagai “warning” saja. Karena ya pada akhirnya, kita bukan yang akan menikmati produknya?

Semoga pembahasannya bisa bermanfaat dan membuka pikiran kalian ya guys!

Related Posts

Load More Posts Loading...No more posts.