Filter by Kategori
AnimasiAnime & MangaMovieOtaku

Review Demon Slayer: Infinity Castle Part I, Tak Sesuai Ekspetasi

Berikut adalah review film Demon Slayer: Infinity Castle Part I. Perhatian, artikel ini mengandung SPOILER!

Dalam review Demon Slayer: Infinity Castle Part I ini, kami akan mengupas pengalaman kami setelah menonton film terbaru dari series Kimetsu no Yaiba yang akhirnya rilis secara resmi di bioskop Indonesia.

Film ini mengangkat kisah dari arc Infinity Castle yang terdapat dalam manga. Alur ceritanya berpusat pada perjuangan para Hashira dan Demon Slayer dalam menghadapi Kibutsuji Muzan di markas para iblis yang bernama Infinity Castle.

Selain Muzan, Tanjiro Kamado dan teman-temannya juga harus melawan para Upper Moon, termasuk Doma, Kaigaku, dan Akaza, iblis yang sebelumnya membunuh Hashira Rengoku namun tetap hidup dan bersembunyi di dalam benteng tersebut.

Namun sayangnya, meski hype film ini sangat tinggi, menurut kami hasil akhirnya justru tidak sesuai ekspektasi.

Review Demon Slayer: Infinity Castle Part I

Sony Picture/YouTube

Flashback yang Mendominasi Pertarungan Epik

Film yang berdurasi lebih dari dua jam ini, terdapat penuh kilas balik selama adegan pertempuran. Rasanya seperti menyaksikan rangkaian episode anime yang dipadatkan menjadi sebuah film.

Padahal, keunggulan utama dari Demon Slayer terletak pada pertarungannya yang selalu penuh semangat, emosional, dan meninggalkan kesan mendalam. Sayangnya, porsi aksi di film ini justru terpinggirkan oleh banyaknya adegan flashback panjang yang kerap memutus intensitas pertarungan.

Pertarungan 1: Shinobu vs Doma

Shinobu
Image: Ufotable

Pada scene pertama, terjadilah duel antara Shinobu Kocho dan Doma, yang merupakan Upper Moon kedua. Sejak awal, sudah tampak jelas bahwa jarak kekuatan di antara keduanya sangatlah besar.

Meski Shinobu adalah seorang Hashira, dia nyaris tidak mampu memberikan perlawanan yang berarti. Meskipun demikian, pertarungan ini tetap terasa epik, apalagi ketika Shinobu memperlihatkan teknik Breath of Insect: Centipede di akhir pertarungan. Teknik ini memungkinkan Shinobu bergerak cepat dalam pola zig-zag, membingungkan lawan, kemudian menyerang dengan pedang beracun miliknya.

Sekilas, jurus ini mengingatkan pada teknik Shukuchi yang dipakai Sojiro Seta di Rurouni Kenshin. Sayangnya, ketegangan duel ini cepat menurun karena terlalu sering disisipkan dialog dan adegan flashback yang mengganggu di tengah-tengah aksi.

Pertarungan 2: Zenitsu vs Kaigaku

Review Demon Slayer: Infinity Castle Part I, Tak Sesuai Ekspetasi
Image: Ufotable

Babak berikutnya mempertemukan Zenitsu melawan Kaigaku, seniornya yang kini telah berubah menjadi iblis. Banyak penggemar yang merasa antusias menantikan pertarungan ini karena ingin menyaksikan Zenitsu yang tampil serius dan mode sadar.

Sayangnya, konfrontasi antara pengguna Breath of Thunder ini justru terasa agak hambar. Seharusnya, pertarungan petir dapat menyuguhkan kecepatan serta kekuatan maksimal, namun yang terlihat di layar hanya sebagian kecil dari kemungkinan tersebut.

Kaigaku pun dengan cepat kalah oleh Zenitsu yang menggunakan Teknik Thunder Breathing: Seventh Form, teknik yang ia ciptakan sendiri. Padahal, pertarungan ini memiliki potensi menjadi salah satu momen terbaik dalam film, jika saja Ufotable memberikan durasi yang lebih panjang.

Pertarungan 3: Giyu & Tanjiro vs Akaza

Review Demon Slayer: Infinity Castle Part I, Tak Sesuai Ekspetasi
Image: Ufotbale

Dalam pertarungan puncak film ini, Giyu Tomioka dan Tanjiro menghadapi tantangan terbesar mereka saat bertempur melawan Akaza. Pertarungan ini berlangsung lebih lama dari duel-duel sebelumnya di film ini, namun lagi-lagi penuh dengan flashback yang sering muncul.

Akaza digambarkan sebagai sosok yang memiliki latar belakang tragis: dari seorang penjahat yang berjuang demi ayahnya, hingga seorang petarung dojo dan suami yang kehilangan segalanya karena racun.

Cerita latar belakang ini seolah menambah kedalaman karakter, namun penyajiannya terlalu menonjol sehingga mengurangi intensitas saat pertarungan berlangsung. Meskipun terdapat banyak momen spektakuler, ketegangan sering terganggu oleh kemunculan kilas balik yang berulang.

Memang benar bahwa dalam manga, duel antara Giyu dan Tanjiro melawan Akaza sering diselingi oleh banyak flashback. Namun, seharusnya Ufotable mampu menyoroti bagian pertarungan itu sendiri agar lebih menonjol, terutama saat aksi utama berlangsung.

Jika kita bandingkan dengan film Mugen Train yang berfokus pada pertempuran Rengoku melawan Akaza, film ini terasa kurang menarik dan cenderung membosankan.


Baca Review Film Lainnya:


Visual Top, Eksekusi Kurang

Infinity Castle
Image: Ufotable

Tidak bisa kita sangkal, kualitas animasi Ufotable tetap berada di tingkat teratas. Rinciannya dalam visual, efek pertempuran, serta atmosfer yang dibangun di sekitar Infinity Castle digarap dengan sangat totalitas.

Meski begitu, sayangnya, penyajian cerita kurang memuaskan karena fokus utama pada adegan pertarungan justru tergeser oleh urutan flashback yang cukup banyak.

Memang, plot dalam manga Demon Slayer sejak awal tidak terlalu rumit, tetapi di seriesnya, Ufotable mampu menghadirkannya dengan kemegahan, melalui visual yang memukau dan koreografi pertempuran yang memikat. Sayangnya, di Infinity Castle Part I, sensasi itu tidak terasa maksimal.

Demon Slayer: Infinity Castle Part I sebenarnya memiliki peluang besar untuk menjadi salah satu puncak dalam keseluruhan franchise ini. Sayangnya, dominasi adegan flashback yang terlalu banyak justru mengurangi kekuatan utama film ini, yaitu pertarungan penuh emosi yang mendebarkan.

Penonton yang lebih menikmati pengembangan karakter dan latar belakang para iblis mungkin masih menemukan nilai dalam film ini. Namun, bagi mereka yang mengharapkan pertarungan intens ala Mugen Train dan para seriesnya, film ini berpotensi terasa kurang memuaskan dan kurang menggigit.

Enable Notifications OK No thanks