Mungkin beberapa dari kamu kaget mengapa Dafunda melakukan review terhadap adaptasi live-action Spider-Man yang rilis hampir 20 tahun lalu ini. Well, jangan kaget guys. Tentunya kamu sudah bisa menerka alasannya bukan?
Ya Dafunda melakukan hal ini untuk melakukan retrospeksi sekaligus untuk menyambut perilisan film Spider-Man: No Way Home yang akan rilis di seluruh jaringan bioskop Indonesia, tanggal 15 Desember 2021.
Nah review Spider-Man pertama dari trilogi Spider-Man milik sutradara Sam Raimi (Evil Dead) ini, akan menjadi review nostalgia Spider-Man pertama. Nantinya gue akan melakukan review balik seluruh film Spider-Man lainnya hingga rilisan terakhirnya, Spider-Man: Far From Home (2017).
Jadi yap, duologi The Amazing Spider-Man yang dibintangi oleh Andrew Garfield akan kamu baca juga review-nya nanti. Oke deh tanpa panjang lebar lagi, mari kita mulai saja review Spider-Man pertama milik Raimi ini.
Contents Navigation
Tidak Akan Terlalu Menjelaskan Plot Ceritanya Lagi
Well, sepertinya gue gak perlu menjelaskan lagi panjang lebar terkait plot ceritanya. Karena banyak dari kita yang pastinya masih hafal banget dengan plot-nya. Bahkan mungkin hingga review Far From Home nanti gue gak akan terlalu menjelaskan balik seluruh plot kisah film-film Spider-Man ini
Pasalnya, trilogi Spider-Man Raimi dan film-film live-action Spider-Man lainnya, sampai sekarang masih sering ditayangkan gak hanya di TV swasta, namun juga kanal TV berlangganan seperti HBO atau Fox Movies Premium.
Oleh karenanya, gue sekali lagi sepertinya (terkecuali Spider-Man: No Way Home mendatang), akan langsung saja loncat ke review-nya.
Langkah Unik Dengan Green Goblin Sebagai Villain
Nah untuk lompatan review pembukanya, mari kita bahas sosok villain dalam filmnya, Norman Osborn aka Green Goblin (Willem Dafoe). Gak memungkiri fans kala itu sangat kaget ketika mengetahui Goblin yang akan menjadi villain filmnya ini.
Karena ketika kita mendengar film atau game Spider-Man, nama seperti Venom, Carnage, Dr. Octopus, Kraven the Hunter, Rhino, Electro, dan Mysterio, adalah nama-nama potensi villain yang langsung terlintas dalam benak ini.
Green Goblin kalau menurut gue, ia gak lebih dari side villain. Jadi sekali lagi, gak heran merupakan sebuah langkah yang sangat unik dengan menggunakan Norman sebagai villain utamanya di sini
Namun itulah letak kekerenan seorang Sam Raimi. Dalam genggaman kedua tangannya sosok Green Goblin langsung terlihat gahar, seram, gila, dan super believable sebagai villain utama. Dengan kata lain, karakter villain ini akhirnya menjadi sangat penting dan sama mengerikannya seperti Venom atau Carnage.
Tapi ya gak heran juga apabila kita merasa demikian, karena seperti kita tahu Raimi pada dasarnya adalah spesialis film ber-genre horor. Oleh karenanya sekali lagi, tak heran jika baik sosok Goblin maupun beberapa adegan yang menampilkannya terasa seram dan membuat kita kaget jumpscare tak karuan.
Dafoe Adalah Aktor Villain Spider-Man Terbaik
Akan tetapi tangan dingin Raimi tersebut tidak akan terasa dingin kalau gak dibantu juga dengan Dafoe sebagai Goblin-nya. Dari semenjak gue menyaksikan film ini ketika baru mau masuk SMA sampai sekarang, gue masih menganggap kalau Dafoe masih menjadi aktor villain Spider-Man terbaik hingga detik ini.
Ia benar-benar seperti Jack Nicholson dengan peran Joker-nya dalam film Batman (1989) yaitu seram, sadis, dan kalkulatif. Dan ngomong-ngomong Joker, setelah menyaksikan ulang film ini, benar juga kata banyak fanboy.
Dafoe dari dulu harusnya sudah di-cast untuk memerankan pangeran kriminal dari kota Gotham tersebut. Karena karakteristik sadis dan sakit jiwa Norman dalam film ini benar-benar 11-12 dengan musuh bebuyutan Batman tersebut. Dan Dafoe sukses banget dalam menghidupkannya.
Performa Aktor Lainnya Yang Juga Sangat Keren dan Pas Dengan Universe Spider-Man Raimi
Namun bukan Dafoe saja yang gemilang. Rekan aktornya yang lain, juga keren dan pas banget dengan karakter yang mereka perankan. Tobey Maguire sebagai Peter Parker aka Spider-Man, untuk versi film ini ia sangat pas.
Pasalnya karakter Peter dalam universe Raimi ini memang digambarkan sebagai sosok super dorky binti culun. Dan Maguire sangat sukses dalam menghidupkan sosok Peternya ini. Kristen Dunst sebagai Mary Jane juga pas untuk universe spidey ini, dan begitu juga dengan James Franco sebagai anak Norman, Harry Osborn.
Namun terlepas Dafoe, Maguire, Dunst, dan Franco keren banget, tetap saja gak ada aktor yang sangat sesuai dengan karakter ikonik Spider-Man komiknya selain J.K. Simmons sebagai Jonah Jamesson.
Mulai dari rambut berdirinya, kumis kecilnya, dan marah-marahnya, Simmons gak hanya sesuai dengan Jameson universe Raimi, namun juga dengan sosok Jameson di komiknya. Oleh karenanya, gak heran ketika ia tampil lagi sebagai Jameson 2 tahun yang lalu melalui Spider-Man: Far From Home 2, semua audiens merasa kegirangan banget.
Penyuntikan Reaksi Realistis Yang Relatable
Walau kekuatan dari trilogi Raimi (well, semua film Spider-Man juga sih) adalah di performa kuat cast-nya, namun kita juga gak bisa menyangkal kalau sisi penaskahan filmnya juga memiliki andil yang sama besarnya.
Naskah yang ditulis oleh David Koepp (Mission: Impossible, Secret Window) terstruktur sangat rapih dan juga mudah dicerna. Dan kerennya lagi dengan bantuan arahan Raimi, keduanya juga sukses menyuntikkan reaksi yang realistis dalam filmnya yang bernuansa semi-campy ini.
Hal ini terlihat sekali melalui salah satu adegan awal ketika Peter membiarkan perampok yang merampok seluruh uang milik promotor gulat yang ia ikuti itu, lolos begitu saja. Walau memang tindakan Peter ini kurang terpuji, namun rasanya kalau kita juga tidak mendapatkan upah yang sesuai seperti yang dijanjikan di korannya, kita juga akan bereaksi sama bukan?
Lalu adegan penyuntikan realistis lainnya adalah ketika adegan makan bersama itu. Dalam adegannya, Bibi May (Rosemary Harris) menyadari kalau daerah pergelangan Peter terluka. Nah luka goresan ini ia dapat setelah ia bertarung dengan Green Goblin.
Dan ketika Norman menanyakan kembali dan juga bereaksi dengan luka Peter tersebut, ia langsung sadar kalau sahabat putra kandungnya tersebut, adalah Spider-Man. Setelah menyadari, iapun langsung buru-buru pamit karena merasa sangat bingung dan super syok dengan apa yang ia baru lihat.
Nah ketika sampai di rumah lagi, Norman dengan alter –ego Green Goblin-nya langsung berdebat dan merasa super galau. Karena sebenarnya, Norman tidaklah ingin melawan sahabat anaknya tersebut. Namun setelah alter-ego mempengaruhinya dengan kuat, akhirnya ia pun setuju untuk menghabisi Peter.
Kedua contoh adegan tersebut sekali lagi mencontohkan injeksi realism ke dalam film superhero fantasi ini. Dan dengan injeksi reaksi realistis tersebut, kitapun sebagai fans dan audiens merasa sangat dihargai ke-intelektualannya. Aspesk seperti inilah yang sayangnya kini sudah agak jarang kita lihat di film-film superhero saat ini.
Film Pembuka Trilogi Spider-Man Yang Sangat Fantastis
Dengan seluruh penilaian tersebut, maka bisa kita simpulkan dari review Spider-Man ini, kalau film ini merupakan film pembuka trilogi Spider-Man yang sangat fantastis.
Nyaris tidak ada kekurangan satupun dari film ini. Bahkan penyuntikan elemen horor jumpscare dan scoring apik dari Danny Elfman (Batman) pun, kian mengkerenkan film pertama Spider-Man Tobey ini.
Kalaupun terdapat kekurangannya adalah kostum Green Goblin yang menurut gue, walau terlihat modern dan badass, alangkah lebih baik jika kala itu filmnya memberikannya kostum asli komiknya. Tapi untungnya sih hal ini gak mengganggu kita ketika menyaksikan filmnya.
Oh ya satu lagi, ending-nya yang bikin “nyesek” nan baper itu, kian membuat kita semangat saja untuk segera menyaksikan kelanjutan kisahnya alias, Spider-Man 2 (2004).
Dengan pencapaian serta standar sempurna yang dicapai oleh film pertamanya ini, maka tidaklah heran jika Spider-Man Raimi begitu sukses dan juga, membuat keberlangsungan si manusia laba-laba di layar lebar terus awet nan eksis hingga detik ini.
Itulah tadi seluruh review Spider-Man. Semoga review-nya bermanfaat dan sampai jumpa pada review Spider-Man 2 oke.