Semenjak perilisan filmnya pada tahun 2007 atau kurang lebih 14 tahun yang lalu, kita kerap membaca dan mendengar review yang tidak mengenakkan dari Spider-Man 3.
Banyak yang menganggap kalau film ketiganya sangat mengecewakan bahkan, gak sedikit yang mengatakan kalau filmnya “ancur”. Dan reputasi gak enak ini sekali lagi, masih terus diungkit dan diingat oleh banyak orang hingga detik ini.

Padahal kalau kita pikir, film ini juga menampilkan 2 karakter komik favorit: Gwen Stacy (Bryce Dallas Howard) dan Eddie Brock aka Venom (Topher Grace). Lalu apa yang salah dari Spider-Man 3 terlepas sudah ada 2 karakter tersebut disini?
Plus, kalau kita telaah lagi, bukannya filmnya masih enak-enak saja ya untuk ditonton? Apakah Spider-Man 3 memang seburuk seperti yang sering kita baca dan dengar tersebut? Langsung saja nih simak review Spider-Man 3 berikut ini.
Sesuatu Yang Dipaksakan Pasti Tidak Berakhir Dengan Baik
Oke deh langsung saja kita buka review Spider-Man 3 ini dengan menjawab pertanyaan tersebut. Apakah film arahan Sam Raimi ini memang seburuk itu? Kalau menurut gue sih gak bisa kita bilang buruk sih. Tapi memang gak bisa kita bilang super memuaskan juga.
Sebenarnya Spider-Man 3 masih enak dan menghibur. Pasalnya film ini masih mempertahankan tonal keseimbangan serius dan fun seperti dua film sebelumnya. Terlebih seperti kita tahu, filmnya juga masih menampilkan beberapa adegan yang fun dan juga konyol (baca: Peter Parker dansa).
Secara plot pun masih masuk akal. Karena filmnya masih melanjutkan arc cerita dari keseluruhan triloginya: Dinamika hubungan antara dua sahabat, Peter Parker (Tobey Maguire) dan Harry Osborn (James Franco).
Namun yang menjadi masalah disini, di penutup filmnya ini, banyak sekali sub-plot dan karakter tambahan yang dipaksakan banget untuk bisa pas dengan keseluruhan naskahnya. Dan contoh dari pernyataan tersebut sekali lagi adalah tampilnya karakter dan sub-plot yang melibatkan Gwen Stacy dan Eddie Brock.
Gwen & Eddie Lebih Oke Untuk Film Keempat
Ya jujur banget walau kita senang adanya dua karakter ini, tetap saja kehadirannya dalam film ini gak perlu-perlu banget. Hal ini mengingat naskah film ini sudah padat banget dengan masalah antara Peter dan Harry lalu tambah lagi dengan permasalahannya dengan Flint Marko aka The Sandman (Thomas Haden Church).
Bahkan menurut gue pribadi, penambahan penyelesaian masalah antara Sandman dan Spider-Man saja sudah terlihat sangat padat arc-nya untuk dipadupadankan dengan arc masalah antara Spider-Man dan Green Goblin.
Sehingga 2 plot tersebut semestinya sudah cukup untuk menjadi plot masalah filmnya. Tapi ternyata salah satu produsernya, Avi Arad, ingin agar Gwen dan Eddie (terutama plot Eddie dengan Venomnya itu) ditampilkan.
Padahal sih kalau menurut gue alangkah lebih baik jika Gwen dan Eddie ditampilkan saja karakter dan permasalahannya dalam film keempatnya. Pasalnya juga seperti kita lihat dalam film ini, ditampilkan juga arc percintaan antara Gwen dan Eddie.
Jujur banget ya, gara-gara dipaksakan dalam film ini, alhasil arc story percintaan antara Gwen dan Eddie benar-benar terlihat dan terasa sangat terburu-buru. Spesifiknya dikisahkan kalau mereka kencan satu malam lalu setelahnya, Gwen menolak cinta Eddie dengan begitu saja.
Padahal kalau saja Arad tidak memaksakan ego-nya tersebut dan mau bersabar banget untuk memindahkan keduanya sebagai masalah utama film keempatnya, ia akan mencapai 2 hal positif.
Pertama, kedua karakter tersebut mendapatkan kelogikaan arc story yang lebih baik, dan kedua, membuat Spider-Man 3 jauh lebih keren dari hasil akhir yang didapatkannya saat ini. Tapi yep, seperti kata pepatah, yang namanya ego memang sangat sulit untuk kita kalahkan bukan?
Plot Venom Spider-Man Yang Benar-Benar Kacau dan Ngaco
Masalah selanjutnya dari film ini masih berhubungan dengan poin permasalahan sebelumnya. Ya, jadi gara-gara Arad memaksakan kehadiran karakter Eddie dengan Venom-nya, alhasil semua arc kehadiran simbiot Venom, Eddie, dan transformasi Spidey dengan simbiotnya terlihat kacau dan ngaco banget.
Hal ini bahkan bisa langsung kita lihat dari salah satu adegan awal filmnya yang menampilkan datangnya simbiot Venom ke bumi yang mana lalu, “hidup” di dalam Peter. Walau memang masih masuk akal dari kedatangan hingga menempel dan mempengaruhi Peter, tetap saja semuanya terasa sangat terburu-buru.
Sebagai perbandingan saja nih, pengisahan origin Venom di film Venom (2018) yang jauh lebih detail dan sesuai komik saja, masih membuat filmnya biasa-biasa saja. Apalagi kalau penceritaannya super duper singkat seperti dalam Spider-Man 3 ini, ya sudah pasti semuanya bakalan kacau dan ngaco banget.
Lalu ketika akhirnya Venom berhasil lepas dari Peter dan jatuh ke badan Eddie, oke masuk akal. Tapi sekali lagi, semuanya terasa sangat buru-buru. Oleh karenanya dari tadi gue katakan, semestinya Venom menjadi villain utama dan satu-satunya di film keempatnya.
Tepuk Tangan Respek Untuk Sam Raimi
Namun terlepas aspek-aspek negatif tersebut, satu hal positif yang bisa kita ambil disini. Setidaknya Sam Raimi telah 100% menyusun dengan rapih seluruh tumpah ruah plot tersebut.
Gak gampang loh guys mentata ulang film yang plot-nya berjubel-jubel seperti Spider-Man 3 ini. Dan sekali lagi Raimi sukses banget untuk mentata alur 3 plot berbeda ini sehingga setidaknya masih terlihat masuk akal alurnya.
Berdasarkan pernyataan tersebut, maka tepat rasanya jika kita memberikan tepuk tangan respek ke sutradara asal Michigan, AS ini. Sangat bisa kita pastikan kalau saja kala itu bukan Raimi yang menyutradarai, Spider-Man 3 akan berakhir jauh lebih buruk lagi.
Juga keuntungan lain dari hadirnya Raimi lagi, adalah ia masih mempertahankan keseimbangan tonal dari 2 film sebelumnya. Yang mana seperti kita ketahui tidak terlalu serius (dark), tapi juga tidak terlalu santai banget.
Performa Super Maksimal dan Berdedikasi Dari Seluruh Aktornya
Akan tetapi bukan karena kembalinya Raimi saja yang setidaknya masih membuat filmnya tidak buruk-buruk banget. Faktanya, performa seluruh aktornya jugalah yang menyelamatkan filmnya ini.
Mau itu Maguire dan Dunst, hingga pendatang baru seperti Howard dan Grace, semuanya tampil dengan sebaik-baiknya. Dan untungnya juga, masing-masing mereka mendapatkan spot tampil yang berimbang lagi sesuai.
Maguire dan Dunst dalam film ketiga ini sudah terlihat layaknya seperti sepasang kekasih sungguhan. Mereka ya Peter dan MJ. Chemnistry keduanya sudah terlihat sangat nyaman. Sehingga gak heran jika kita pernah mendengar pernyataan dari Dunst kalau ia gak akan mau terlibat dalam proyek film Spider-Man selanjutnya, terkecuali ia kembali bersama Maguire.
Penampilan individual keduanya masing-masing pun juga sama gokilnya. Apalagi Maguire yang dalam film ini harus bisa menampilkan pada esensinya, dua kepribadian Peter yang berbeda satu sama lain. Dan Maguire sangat gokil dalam menampilkannya.
Bahkan ketika karakter Peter-nya harus berdansa konyol itu, ia benar-benar total dan mau untuk meng-konyolkan dirinya sendiri. Tentunya dedikasinya yang super total ini, benar-benar harus kita acungi jempol. Alhasil, gak heran jika Tobey hingga kini masih dianggap sebagai aktor Spider-Man terbaik oleh seluruh audiens dan fanboy-nya.
Tidak Seburuk Seperti Yang Orang Katakan
Pada akhirnya yang bisa kita simpulkan dari review Spider-Man 3 ini adalah film ini faktanya gak seburuk seperti yang kita dengar selama ini. Memang kalau kita lihat dari ketiga filmnya, Spider-Man 3 adalah yang paling lemah.
Namun semuanya ini sebenarnya bisa saja terhindarkan kalau saja tidak ada penumpukan plot dan karakter pendukungnya itu.
Tapi ya seperti yang telah kita baca pada paragraf awal, semuanya sudah terjadi. Jadi ya mau gak mau, mari kita ambil saja sisi-sisi positif dari filmnya ini yang mana salah satunya juga tampilan spesial efeknya yang sangat keren pada zamannya. Siapa yang tidak masih takjub dengan transformasi repetitif yang dialami oleh Marko menjadi The Sandman-nya itu?
Lagipula setidaknya film ini masih sangat menghibur banget bukan? Oke deh guys semoga review Spider-Man 3 ini bermanfaat ya!