Setelah kesuksesan serta antusiasme tinggi yang didapatkan oleh Spider-Man: Homecoming (2019), otomatis sekuel sudah pasti akan diproduski. Dan pada akhirnya sekuel yang ditunggu-tunggu kala itu pun dirilis juga pada bulan Juli 2019.
Berjudul Spider-Man: No Way Home, sama seperti film-film MCU lainnya, fans sangat mengantisipasi sekuel ini. Salah satu alasannya tentu karena ingin melihat nasib Peter Parker aka Spider-Man (Tom Holland) pasca ditinggal oleh mentornya, Tony Stark aka Iron Man (Robert Downey Jr.).
Seperti kita tahu (well, SPOILER ALERT! bagi yang belum tahu), Iron Man tewas setelah bertarung dan berkorban melawan Thanos (Josh Brolin) di Avengers: Endgame (2019). Dan semenjak menyaksikan trailer-nya, aspek premis inilah yang nantinya diangkat oleh Spider-Man: Far From Home.
Namun selain premis tersebut, filmnya juga menampilkan premis Peter yang bersama teman-teman sekolahnya melakukan school trip ke Eropa. Lalu yang tak kalah pentingnya, film yang kembali disutradarai oleh Jon Watts ini, akan menampilkan villain Quentin Beck aka Mysterio (Jake Gyllenhaal)
Melihat 3 premis berbeda tersebut, apakah film ini bisa men-tackle semuanya dengan baik? Langsung saja simak review Spider-Man: Far From Home berikut ini.
Contents Navigation
Trauma & Paranoid Spider-Man 3
Walau Spider-Man: Homecoming sukses menghilangkan trauma kita terhadap beberapa film Spider-Man mengecewakan terdahulu, namun trauma itu kembali muncul lagi ketika ingin menyaksikan sekuelnya ini.
Pasalnya seperti yang kamu baca pada paragraf awal, film ini akan menampilkan dan menyelesaikan 3 premis berbeda tersebut. Dan seperti kita ingat, alasan utama mengapa Spider-Man 3 (2007) milik Sam Raimi mengecewakan adalah karena faktor tersebut.
Atau dengan kata lain filmnya ingin men-tackling 3 isu sekaligus dalam satu filmnya. Namun lagi-lagi trauma sekaligus paranoid kita tersebut tidak terbukti sama sekali. Pasalnya, Watts sukses menangani 3 isu yang dihadapi oleh Peter secara sekaligus tersebut dengan sangat baik.
Pacing Yang Jauh Lebih Enak dan Asyik Daripada Homecoming
Faktor kesuksesan utama Watts tersebut tentunya dengan kesabaran dan kejeniusannya dalam menata pacing filmnya. Bahkan bisa gue katakan kalau pacing Far From Home jauh lebih enak alurnya daripada Homecoming.
Watts bersama duo penulis screenplay, Chris McKenna & Erik Sommers (The Lego Batman Movie, Jumanji: Welcome to the Jungle), sukses menampilkan arahan naskah yang sangat cerdas pengaturan tensinya.
Mereka keren banget dalam mengatur alurnya sehingga kitapun yang menyaksikan, terasa enak flow adegan demi adegannya. Tidak ada momen yang terasa agak hampa dan gak jelas seperti Homecoming.
Dan juga tentunya, penanganan 3 premis berbeda yang telah disebutkan di awal, juga tertangani dengan sangat rapih. Ketiga premis berbeda tersebut, sukses terbaur dengan sangat padu. Tidak ada premis yang terlihat sekedar numpang lewat atau tidak tertangani begitu saja.
Peter Yang Kian Matang dan Dewasa
Selain kemumpunian Watts dan tim yang membuat alur kisahnya terasa sangat enak dan teratur, aspek keren lain dari Far From Home adalah kematangan sosok Peter.
Memang sih ketika kita mengetahui kalau film ini akan menyorot penyikapan Peter baik sebagai dirinya maupun Spider-Man tanpa adanya sosok Tony, kita sudah bisa menerka kalau ia akan jauh lebih matang dan dewasa.
Well, benar saja. Namun yang bikin kagetnya disini, adalah kematangan dan kedewasaannya melampaui ekspektasi kita. Holland benar-benar bisa menampilkan kerapuhan Peter namun pada saat yang sama, ia juga sukses menampilkan ketegarannya.
Ia juga bahkan masih bisa menampilkan banyolan khas Peter-nya di tengah-tengah kerapuhan yang sedang Peter rasakan sepanjang filmnya. Alhasil dengan kualitas penampilannya ini, kitapun juga bisa melihat kedewasaan Holland yang sangat mumpuni sebagai seorang aktor.
MJ Semakin Besar Peranannya
Selain menampilkan sosok Peter yang kian dewasa, sekuel ini juga menampilkan kematangan dan semakin besarnya kapasitas peran karakter-karakter pendukungnya. Terutama tentunya disini, Ned Leeds (Jacob Batalon) dan MJ (Zendaya).
Keduanya kini bukanlah sekedar sahabat Peter lagi. Terlebih MJ yang seperti kita lihat sudah lebih nyaman dan asyik dengan Peter. Beda banget dengan sikapnya ke Peter di Homecoming yang masih seperti stalker.
Bahkan lebih jauhnya, sosok MJ disini sudah kian jelas memperlihatkan kalau ia suka Peter. Dan Peter pun sebaliknya, Ia kesengsem berat. Nah ngomong-ngomong soal penyampaian sub-plot percintaan MJ-Peter, sayangnya gue ada masalah dengan aspek ini.
Yang Namanya Film Harus Dijelaskan Secara Jelas
Dan masalah yang gue miliki dengan sub-plot benih-benih asmara MJ-Peter ini, adalah (dan mungkin ini hanya dari pandangan gue aja ya) tidak dijelaskannya bagaimana awalnya Peter menjadi naksir dengan MJ.
Oke kita bisa bilang antara periode setelah Spider-Man: Homecoming, Avengers Infinity War (sebelum Spidey kena “blip”) dan beberapa bulan sebelum Far From Home, Peter dan MJ sudah pelan-pelan melakukan curi-curi pandang dan proses pendekatan lainnya.
Oke, kita paham bahwa hal tersebut yang mungkin saja terjadi. Toh di dunia nyata kita juga begitu bukan dengan gebetan kita? Tapi ini bukan dunia nyata bung! Ini film. Film, adalah media penceritaan yang harus dijelaskan semua-semuanya.
Jadi ya gue sekali lagi, agak terganggu saja dengan Peter yang tiba-tiba sudah naksir berat MJ tanpa setidaknya, dijelaskan awal PDKT melalui narasi audio dari Peter-nya.
Motivasi Mysterio Yang Sangat Generik dan Kurang Emosional
Selain kurangnya narasi penjelasan PDKT MJ dan Peter, kekurangan lainnya juga adalah lagi, lagi, dan lagi di departemen penjahatnya (villain)-nya. Entahlah, ada apa ya Marvel dengan villain-nya ini. Ya mereka memang karakter jahat, tapi ya jangan lantas gak dimaksimalkan begitu saja dong.
Jujur sejauh ini, villain film layar lebar MCU yang bagi gue mendapatkan treatment keren adalah: Loki (Tom Hiddleston), Hela (Cate Blanchett), Thanos (Josh Brolin), dan Taskmaster (Olga Kurylenko). Sisanya? Well, ya gitu deh.
Dan ya sama halnya juga dengan Mysterio dalam film ini. Padahal di pembuka filmnya, sosoknya memiliki pengenalan yang sangat menarik. Plus ia mengatakan dari bumi lain alias Earth-833 sebelum, akhirnya ketahuan kalau ia berdusta.
Plus sekali lagi, yang memerankan adalah Jake Gyllenhaal yang seperti kita ketahui, adalah salah satu aktor tergokil. Akan tetapi semuanya ini menjadi sia-sia ketika dustanya tersebut ketahuan semua.
Dari situ, kitapun melihat kalau ia berasal dari Earth yang sama seperti Spider-Man dan karakter MCU utama lainnya, dan juga motivasi sesungguhnya hanya karena dendam terhadap Tony Stark yang meng-klaim teknologi ciptaannya.
Dendam, iapun bertekad agar ia bisa dikenal sebagai pahlawan oleh seluruh dunia. Dan gokilnya untuk bisa mencapai tujuan narsistiknya tersebut, ia meng-orkestrasi sendiri seluruh bencana yang timbul dalam film ini.
Tidak Sedalam Seperti Motivasi Vulture
Walau motivasinya tersebut wajar dan faktanya banyak banget penjahat di film lain dengan motif sejenis, tetap saja motivasinya sangat kurang kandungan emosionalnya. Kitapun yang menyaksikan malah langsung malas untuk care dengannya.
Beda jauh dengan motif villain Spider-Man: Homecoming, Adrian Toomes aka Vulture. Motif Vulture karena ia dan anak buahnya yang bekerja sebagai konstruksi bangunan, dipecat. Hal ini karena Stark yang mengambil alih semua proyek pembangunan balik gedung-gedung yang hancur pasca pertarungan New York di The Avengers (2012).
Nah agara-gara dihentikan, otomatis Toomes dan beberapa anak buahnya, menjadi pedagang gelap (black marketer) sisa-sisa benda berteknologi alien Chiaturi-nya. Karena kalau mereka gak melakukannya, ya mereka gak bakalan bisa menghidupi keluarga mereka.
Nah motivasi tersebut jauh lebih emosional bukan bobotnya dibandingkan dengan pria yang ”cry-baby” mau menjadi ngetop nama dan sosoknya di seluruh dunia? Untung saja Gyllenhaal yang memerankan. Apabila aktor lain, gue yakin makin hancur sih sosok Mysterio di film ini.
Ending dan Adegan Kredit Yang Menyelamatkan Semuanya
Untungnya, seluruh kekurangan-kekurangan tersebut juga berhasil diselamatkan oleh ending dan adegan kreditnya yang sangat surprising. Terutama adegan mid-credit nya itu. Sehingga, membuat kitapun menjadi semangat untuk menyambut film kelanjutannya, Spider-Man: No Way Home.
Tapi terlepas ending dan juga adegan kreditnya, tetap saja melalui review Spider-Man: Far From Home ini gue katakan, kalau sekuel ini memanglah tetap jauh lebih asyik baik alur, feel, maupun semua-semuanya.
Namun bukan berarti Homecoming buruk ya. Hanya saja Far From Home memiliki kadar keasyikan nonton yang lebih tinggi lagi. Ditambah lagi filmnya menampilkan lokasi Venice, Italia yang makin membuat kita asyik dan betah saja ketika menyaksikan filmnya.
Oke deh guys. Semoga review Spider-Man: Far From Home ini bermanfaat ya!