MovieReview Film

Review The Amazing Spider-Man (2012): Spider-Man yang Jauh Lebih Berani dan Realistis

Faktanya reboot dari trilogi Spider-Man ini, jauh lebih berani dan realistis. Langsung deh simak review The Amazing Spider-Man berikut ini!

Walau secara teknis sudah 5 tahun lamanya semenjak perilisan Spider-Man 3 (2007), namun faktanya rasa “traumatis” audiens dan fanboy terhadap film penutup trilogi Sam Raimi tersebut masih sangat terasa.

Sehingga ketika mengetahui kalau Sony dan Marvel akan membuat film Spider-Man baru lagi dengan aktor Spidey yang baru pula, tak heran jika fans merasa sangat was-was. Tentunya mereka gak mau mengalami trauma ganda dari film yang menampilkan Andrew Garfield (The Social Network) sebagai Spidey barunya ini.

Review The Amazing Spider-Man
The Amazing Spider Man | Sony Pictures Releasing

Nah kalau masih ingat, ketika The Amazing Spider-Man ini akhirnya rilis pada bulan Juli 2012, reaksi yang diterima film ini sangat campur aduk. Sebagian suka, namun sebagian lagi mendapatkan trauma ganda tersebut.

Akan tetapi bagaimana dengan sekarang? Apakah film Spider-Man arahan Marc Webb (500 Days of Summer) ini memang kian membuat traumatik atau justru mengobati rasa traumatik Spider-Man 3 tersebut? Yuk langsung saja simak review The Amazing Spider-Man berikut ini.

Review The Amazing Spider-Man

Well, langsung saja kita jawab pertanyaan tersebut. Pada dasarnya setelah menyaksikan lagi film ini, gue merasa kalau film ini memang bukan film Spider-Man yang sangat sempurna apalagi amazing. Tapi setidaknya, filmnya masih sangat menghibur.

Selain karena performa aktor-aktornya yang kelas wahid, satu hal yang gue suka dari The Amazing Spider-Man ini adalah film ini dan sekuelnya, The Amazing Spider-Man 2 (2014), mengambil rute arahan yang jauh lebih realistis atau grounded.

Oke, oke, mungkin sebagian besar dari kalian ada yang gak suka dengan arahan seperti ini. Atau dengan kata lain, lebih suka dengan arahan yang lebih fun dan comic colorful seperti trilogi Raimi atau trilogi MCU-nya. Dan ya gue ngerti kok dengan perbedaan seleranya ini.

Pasalnya juga, film superhero yang lebih grounded memang kerap hit & miss (tergantung sosok superhero-nya juga). Tapi bagi gue sih, gue suka arahan grounded binti realistis yang ditampilkan oleh The Amazing Spider-Man ini. Toh lagipula, secara keseluruhan film ini masih menghibur banget.

Beda Universe, Beda Semuanya

https://www.youtube.com/watch?v=OXIayhoTy5U

Apabila setelah membaca alasan di paragraf atas, beberapa dari kalian masih gak setuju atau gak suka dengan film ini, ya gak apa-apa sih. Toh kita semua memiliki selera yang berbeda-beda bukan?

Tapi mohon alasan ketidaksukaannya pure karena selera itu saja ya. Jangan sampai alasannya seperti ini: “Ah jelek, soalnya beda banget dengan tampilan trilogi Spider-Man Tobey”. Karena ya sudah jelas kalau film Spidey Garfield ini adalah beda earth / universe.

Jadi dengan kata lain, beda universe, ya beda semuanya. Makanya, walaupun film ini kembali menampilkan plot dasar origin Peter Parker (Garfield) menjadi Spider-Man dan, kembali menampilkan plot kematian Paman Ben (Martin Sheen) seperti di komik dan film Spider-Man (2002), tetap saja tampilan dan rasanya terlihat beda.

Garfield Adalah Peter Yang Menyegarkan

Masih menyambung poin beda universe, beda semua sebelumnya. Selain dalam segi feel dan tampilan pengulangan plot-nya, aspek familiar tapi terasa beda yang sama juga bisa kita lihat melalui sosok Garfield sebagai Peter/Spider-Man nya.

Aktor blasteran Amerika-Inggris ini pada dasarnya memang memerankan karakter bernama asli dan alter-ego sama seperti yang Tobey Maguire dan Tom Holland perankan. Namun sekali lagi karena film ini berlatar pada earth Amazing, maka Peter Parker-nya Garfield pun memiliki perbedaan karakteristik yang cukup signifikan.

Ya benar secara garis besar beberapa karakteristik Peter seperti, nerdy, hobi fotografi, dan sedikit awkward, masih ada dalam Peter-nya Garfield. Namun yang menjadi pembedanya untuk versi ini adalah ia menjadi sosok yang jauh lebih berani.

Spesifiknya ia berani melawan balik atau menentang individu yang kerap mem-bully nya seperti Flash Thompson (Chris Zylka) bahkan ketika ia terlibat konflik dengan Paman Ben dalam film ini, ia berani untuk berargumen dengan figur yang membesarkannya dari kecil tersebut.

Oh ya satu lagi, ketika ia mengajak adu argumen mengenai kehadiran Spider-Man di New York bersama ayah kekasihnya, Gwen Stacy (Emma Stone), George Stacy (Denis Leary). Argumen keduanya sukses menciptakan salah satu adegan makan malam yang paling gak nyaman binti awkward dalam sejarah perfilman.

Semua aspek inilah yang justru membuat gue makin suka dan care banget dengan sosok Peter Parker versi film ini. Dan tentunya satu lagi, membuat sosoknya sangat relatable dengan kita-kita.

Chemistry Stone-Garfield Yang Romantis Banget

https://www.youtube.com/watch?v=jggeG4VCbBI

Selain pengkarakterisasian sekaligus performa keren dan fresh Andrew sebagai Spider-Man tersebut. Aspek keren lain yang film ini tampilkan adalah chemistry antara Garfield dan Stone sebagai Peter & Gwen.

Keduanya bagi gue terlihat jauh lebih realistis, relatable, dan juga jauh lebih romantis. Memang chemistry antara Maguire dengan Kristen Dunst sebagai Peter dan Mary Jane dalam trilogi Spider-Man Sam Raimi, juga sangat oke.

Namun perlu kita ingat, bahwa tidak seperti Maguire dan Dunst, Garfield dan Stone selama pembuatan filmnya sudah berpacaran. Sehingga chemistry romantis dunia nyata merekalah yang mereka kombinasi dan padu padankan ke dalam chemistry Peter dan Gwen-nya.

Alhasil karena hal tersebut, kita yang menyaksikannya pun, merasakan kerealistisan chemistry yang keduanya tampilkan dalam filmnya ini. Dan Stone sendiri sebagai Gwen Stacy, hmm, bagus sih. Cuma entah kenapa bagi gue, masih melihatnya setengah-setengah.

Spesifiknya 50% Stacy dan 50% nya lagi adalah Stone. Atau dengan kata lain, tidak 100% seperti transformasi Dunst sebagai Mary Jane dulu. Walau demikian, bagi gue sih memang lebih suka dan setuju apabila Peter bersama Gwen daripada dengan MJ.

Entahlah secara ketertarikan, hobi, dan saling mendukungnya, Gwen terlihat dan terasa jauh lebih pengertian dan pas saja dengan Peter.

Motivasi Lizard Yang Sangat Membingungkan

Nah setelah dari tadi kita membahas aspek positif dari filmnya, mari kita sekarang membahasa aspek negatif dari The Amazing Spider-Man. Kalau bagi gue, sebenarnya gak terlalu banyak sih. Cuma ada satu yang mengganggu banget.

Ya seperti yang kamu baca dari sub-judul pembahasan ini, hal mengganggu tersebut adalah terkait motivasi villain utamanya, Dr. Curt Connors (Rhys Ifans). Gue jujur jadi apa sih motivasi mentor sekaligus sahabat ayah Peter ini?

Oke pertama kita diberitahukan kalau tujuan ia mengembangkan eksperimen silang gen antar spesies karena ia sedang “kejar setoran”. Spesifiknya, hasil percobaannya kalau memang nantinya berhasil diterapkan ke manusia, akan digunakan untuk menyembuhkan bos OsCorp yang sedang sekarat, Norman Osborn.

Namun setelahnya ia ditampilkan mencoba sendiri hasil percobaannya tersebut karena hampir salah satu tangannya buntung. Nah ketika sudah menyuntikkan dan menumbuhkan kembali lengannya, secara perlahan tapi pasti ia menjadi sosok villain Spider-Man ikonik, Lizard.

Lalu setelah menjadi Lizard, ia memiliki motivasi atau rencana baru: Ingin membuat seluruh warga New York “sembuh” dan bebas dari berbagai kelainan fisik atau penyakit. Ya seperti dirinya gitu deh. Alhasil iapun berinisiatif untuk menyebarkan lewat udara serum hijau yang menumbuhkan lengannya kembali tersebut.

Satu Motivasi Saja Sudah Cukup

Nah melihat ketidakjelasan motivasi tersebut, alhasil membuat kita bingung banget dan tidak care dengan sosok villain yang dalam komik dan seri animasi 90an hitnya, justru merupakan salah satu karakter yang sangat simpatetik.

Kalau saja ia hanya memiliki satu motivasi, pastinya sosok Lizard dalam film ini akan jauh lebih keren dan kita juga turut care dengannya seperti di komik atau seri animasi 90an-nya itu. Alhasil gara-gara ini semua, pada akhirnya membuat pemilihan Lizard sebagai villain utama menjadi gak jelas dan sangat maksa.

Untung saja Ifans menampilkan performa keren dan maksimalnya. Kalau bukan karena aktor yang juga memerankan Xenophilius Lovegood dalam franchise Harry Potter ini, gue jamin Lizard dalam film ini akan lebih hancur lagi.

Tidak Sempurna Tapi Masih Asyik

Tapi untungnya melalui review The Amazing Spider-Man ini bisa gue katakan kalau kekurangan tersebut berhasil tertutupi dengan sajian plot dan karakternya yang cukup segar. Memang The Amazing Spider-Man pada esensinya, reboot dari Spider-Man milik Raimi, namun Webb sukses menata reboot-nya ini dengan semaksimal mungkin.

Kalaupun usaha maksimalnya masih belum begitu sempurna, ya mohon maklum saja. Selain karena memang trilogi Raimi masih jauh lebih fun, juga Webb bukanlah sutradara film superhero. Tapi terlepas demikian, tentunya kita harus memberikan tepuk tangan respek atas usahanya dalam film ini.

Lagipula sekali lagi, The Amazing Spider-Man masih asyik nan enjoyable untuk kita saksikan. Apalagi dengan konsep grounded binti realistis yang diusung, tak ayal membuat kita makin enjoy menyaksikan filmnya ini.

Itulah tadi review The Amazing Spider-Man. Nah sekarang gue pengen tahu nih, apakah kamu adalah salah satu yang suka atau justru tidak begitu suka dengan reboot Spider-Man ini?

Related Posts

Load More Posts Loading...No more posts.
Enable Notifications OK No thanks