Festival musik akbar Pestapora 2025 yang telah berlangsung pada 5-7 September di JIExpo Kemayoran mendadak menjadi pusat perhatian. Pemicunya adalah pengumuman PT Freeport Indonesia sebagai salah satu sponsor utama Pestapora.
Pengumuman ini menyulut reaksi keras dari para musisi dan penggemar, yang dengan cepat menyebar di media sosial melalui tagar seperti #BoikotPestapora.
Mundurnya Puluhan Musisi dari Pestapora 2025 karena Keterlibatan Freeport
Tak butuh waktu lama bagi gelombang protes untuk pecah. Di hari pertama festival musik Pestapora, Sabtu, 6 September 2025, puluhan musisi dan grup band mulai menyatakan mundur dari line-up acara.
Lebih dari 30 nama besar dan baru di kancah musik independen menyatakan mundur. Deretan musisi seperti Banda Neira, Navicula, Sukatani, Hindia, Leipzig, Ornament, Negativa, White Chorus, dan masih banyak lagi membatalkan penampilan mereka.

Banyak musisi yang mengaku baru mengetahui keterlibatan PT Freeport pada hari pertama festival. Sehingga menjelaskan mengapa gelombang pengunduran diri terjadi setelah acara dimulai.
Rekam Jejak PT Freeport di Balik Penolakan
Alasan utama yang mendasari aksi mundur massal para musisi adalah rekam jejak PT Freeport Indonesia yang sangat kontroversial, terutama terkait dampak lingkungan dan pelanggaran hak asasi manusia (HAM) di Papua.
Para musisi yang memutuskan untuk mundur merasa bahwa mereka tidak bisa tampil di panggung yang mendapatkan sponsor yang memiliki reputasi demikian, karena hal itu akan terlihat sebagai legitimasi atas praktik-praktik yang tidak adil dan merugikan.
PT Freeport Indonesia, yang merupakan afiliasi dari Freeport-McMoRan asal Amerika Serikat telah melakukan penambangan tembaga, emas, dan perak di wilayah Pegunungan Sudirman, Mimika, Papua Tengah, sejak tahun 1967.
Catatan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan menyebutkan Freeport telah melakukan 47 pelanggaran lingkungan. Aktivitas tambang Grasberg menghasilkan miliaran ton limbah tailing yang mengandung logam berat, mencemari sungai Aikwa dan ekosistem sekitarnya dengan proyeksi 200 ribu ton per hari.

Dampaknya tidak hanya merusak alam, mengancam kesehatan masyarakat adat Amungme dan Kamoro. Tragedi runtuhnya terowongan Big Gossan pada 2013 yang menewaskan 28 pekerja menjadi catatan kelam terkait keselamatan kerja dan hak hidup.
Lebih dari itu, konflik-konflik bersenjata antara aparat keamanan dengan masyarakat adat di sekitar area tambang seringkali melibatkan peran Freeport, meskipun detailnya seringkali rumit. Keberadaan Freeport di Indonesia selama lebih dari lima dekade telah menjadi sumber kritik karena kerap berada di atas pengawasan pemerintah, memberi keistimewaan melalui Kontrak Karya yang memberi bebas pajak dan izin ekspansi lahan yang luas.
Direktur Pestapora Minta Maaf
Menyadari tekanan publik dan musisi yang masif. Sabtu, 6 September 2025, penyelenggara Pestapora Pada Direktur Festival Kiki Aulia Ucup merilis video permintaan maaf resmi. Ia mengakui adanya “kelalaian” dalam proses kerja sama dengan Freeport dan memohon maaf kepada semua pihak yang terdampak.
Kiki Ucup juga menegaskan bahwa kerja sama tersebut bersifat “dukungan non-finansial” dan tidak ada dana sepeser pun yang diterima. Sebagai langkah konkret, panitia secara resmi mengumumkan pemutusan hubungan kerja sama dengan PT Freeport Indonesia pada hari yang sama.
Mereka menjamin tidak ada lagi kehadiran atau promosi dari Freeport selama sisa festival. Langkah ini diapresiasi beberapa pihak, namun tidak cukup untuk meyakinkan para musisi yang sudah terlanjur menarik diri untuk kembali.