Opini

Saat Investasi Terasa Seperti Game

Bagi generasi muda, emas dianggap aset paling stabil di tengah ekonomi yang sulit ditebak.

Bagi banyak anak muda Indonesia, trading gold adalah pengalaman baru yang terasa seperti bermain game. Mereka tidak lagi melihat emas hanya sebagai perhiasan atau hadiah pernikahan, tetapi sebagai arena digital tempat mereka bisa “naik level” lewat investasi.

Dulu, emas identik dengan tabungan orang tua atau hadiah keluarga. Kini, di layar ponsel, harga emas muncul bersama notifikasi seperti game harian. Platform seperti Tokopedia Emas, Pluang, dan Indogold membuat investasi terasa sederhana dan cepat, cukup beberapa ketukan jari.

“Saya awalnya cuma iseng,” ujar Nadia Rahma, mahasiswi berusia 21 tahun yang memulai investasi di aplikasi Pluang tahun lalu. “Ternyata seru. Ada grafik yang naik turun, ada target harian, rasanya kayak misi di game. Bedanya, di sini hadiahnya uang beneran.”

Bagi Nadia, pengalaman itu menggabungkan sensasi bermain dan rasa tanggung jawab. Ia mengaku lebih termotivasi menabung karena bisa melihat progres secara visual—seolah-olah setiap kenaikan harga emas memberinya poin tambahan.

Fenomena ini tidak datang tiba-tiba. Minat terhadap emas digital meningkat pesat sejak pandemi, ketika banyak orang mulai mencari cara baru untuk menjaga nilai uang. Data dari Katadata menunjukkan jumlah pengguna aplikasi investasi naik lebih dari 80 persen antara 2020 dan 2024. Platform seperti Tokopedia Emas bahkan mencatat jutaan transaksi kecil setiap bulan, sebagian besar dilakukan oleh pengguna di bawah usia 30 tahun.

Menurut analis keuangan Panji Priambodo, transformasi ini tidak lepas dari perubahan cara anak muda memahami keuangan. “Dulu investasi itu kesannya berat, penuh angka,” ujarnya. “Sekarang tampilannya seperti game. Ada badge, level, misi, dan reward. Bahasa desainnya sama dengan aplikasi hiburan.”

Gamifikasi seperti itu terbukti efektif. Aplikasi menampilkan kemajuan pengguna, membandingkan performa antar-teman, bahkan menawarkan bonus untuk pembelian rutin. Di sisi lain, perusahaan fintech terus bersaing membuat pengalaman yang menyenangkan namun tetap aman.

Harga emas yang mencapai rekor tertinggi pada 2025—sekitar Rp1,3 juta per gram menurut CNBC Indonesia—menjadi daya tarik tersendiri. Bagi generasi muda, emas dianggap aset paling stabil di tengah ekonomi yang sulit ditebak.

Fajar Adi, 25 tahun, seorang desainer grafis freelance, mengaku memilih emas digital karena praktis. “Saya tidak punya waktu ke toko emas,” katanya. “Di aplikasi tinggal geser, beli, langsung kelihatan di saldo. Kalau harga naik, bisa jual kapan saja.”

Ia menambahkan bahwa pengalaman visual membuat proses terasa ringan. “Ada grafik, warna hijau kalau untung, merah kalau rugi. Jadi kayak main saham tapi nggak serumit itu.”

Namun, di balik kemudahan itu ada risiko yang sering diabaikan. BAPPEBTI menegaskan bahwa meski emas digital diatur secara resmi, banyak platform tidak berizin atau memanfaatkan celah hukum untuk menarik pengguna. “Anak muda perlu hati-hati,” ujar Panji. “Kalau di game kehilangan koin, tinggal main lagi. Tapi di sini uangnya nyata.”

Kesadaran itu mulai tumbuh. Beberapa kampus di Jakarta dan Bandung sudah mengadakan workshop literasi keuangan digital yang bekerja sama dengan perusahaan fintech. Tujuannya bukan hanya mengajarkan cara investasi, tapi juga cara membaca risiko dan mengenali penipuan online.

Media sosial juga berperan besar dalam tren ini. Influencer keuangan di TikTok dan YouTube kini memakai gaya storytelling seperti streamer game. Mereka membahas tren harga emas, portofolio mingguan, dan strategi “hold” dengan bahasa santai. Komentar pengguna pun terasa seperti ruang komunitas di Discord—penuh motivasi, candaan, dan emoji api.

Menurut survei Populix 2024, lebih dari 60 persen investor muda Indonesia mengaku belajar investasi pertama kali dari media sosial, bukan sekolah atau keluarga. Hal itu menjelaskan kenapa gaya penyampaian yang ringan dan visual menjadi kunci.

Tetapi tidak semua influencer bertanggung jawab. Beberapa mengiming-imingi “cuan cepat” tanpa penjelasan risiko. “Yang penting jangan FOMO,” kata Nadia sambil tertawa. “Saya pernah rugi juga waktu beli di harga tinggi. Tapi ya, itu bagian dari mainnya.”

Bagi generasi muda, investasi emas kini bukan sekadar mencari untung. Ini juga soal identitas digital—cara baru untuk merasa produktif, melek finansial, dan tetap relevan di dunia yang serba cepat.

Psikolog ekonomi Ratih Andayani menyebutnya “self-expression ekonomi.” “Anak muda tidak hanya ingin stabilitas, tapi juga pengalaman,” katanya. “Investasi yang dikemas seperti game memberi mereka dua-duanya: sensasi dan kontrol.”

Meski begitu, ia mengingatkan agar kesenangan tidak mengalahkan kehati-hatian. “Game selalu punya tombol reset,” ujarnya. “Investasi tidak.”

Menjelang akhir wawancara, Nadia menunjukkan layar ponselnya. Grafik emas menanjak pelan. Ia tersenyum. “Rasanya kayak menang kecil tiap kali harga naik,” katanya. “Tapi kalau turun, ya sudah. Besok main lagi.”

Di dunia digital yang semakin cepat, emas menemukan bentuk barunya—bukan lagi sekadar cincin di etalase toko, melainkan angka di layar yang membuat anak muda merasa mereka sedang bermain sambil membangun masa depan.


Katadata.co.id – “Jumlah Pengguna Aplikasi Investasi di Indonesia Naik 80% dalam 4 Tahun” (Mei 2024)
 https://katadata.co.id

CNBC Indonesia – “Harga Emas Cetak Rekor Baru, Tembus Rp1,3 Juta per Gram” (Agustus 2025)
 https://www.cnbcindonesia.com

BAPPEBTI (Kementerian Perdagangan RI) – “Daftar Perusahaan Investasi Emas Digital Berizin” (akses Oktober 2025)
 https://bappebti.go.id

Populix Survey 2024 – “Perilaku Investor Muda Indonesia”
 https://populix.co

DANA Blog Resmi – “Tren Emas Digital dan Literasi Finansial Anak Muda” (2025)
 https://www.dana.id/blog

OJK Indonesia – “Edukasi Keuangan Digital untuk Milenial” (2024)
 https://sikapiuangmu.ojk.go.id

Pluang Newsroom – “Pertumbuhan Transaksi Emas Digital di Indonesia” (2025)
 https://pluang.com

Enable Notifications OK No thanks