Sejumlah warganet meluapkan kekecewaan dan kekhawatiran mereka di media sosial X (sebelumnya Twitter) terkait fenomena pengunggahan foto-foto pribadi yang tanpa izin di marketplace foto bernama FotoYu.
Foto-foto yang menjadi sumber keluhan tersebut sebagian besar berasal dari fotografer jalanan yang rutin memotret orang-orang yang berolahraga. Contohnya seperti saat Car Free Day (CFD), event lari resmi, atau bahkan saat beraktivitas santai di ruang publik.
FotoYu sendiri adalah layanan digital berbentuk aplikasi dan web yang terancang untuk mempermudah pelari menemukan foto mereka melalui teknologi pengenalan wajah (face recognition).
Kemudahan inilah yang ironisnya menjadi sumber masalah utama dan memicu perdebatan sengit mengenai etika fotografi di ruang publik dan pelanggaran privasi data.

Pelanggaran Consent dan Penjualan Tanpa Izin
Inti dari keluhan warganet adalah anggapan bahwa aktivitas di ruang publik tidak secara otomatis menghilangkan hak individu atas potret diri mereka. Foto-foto tersebut, yang diambil tanpa persetujuan eksplisit, diunggah, dan bahkan diperjualbelikan melalui platform FotoYu.
Akun @shandya menyoroti model bisnis FotoYu yang tidak memberikan opsi bagi subjek foto untuk menolak foto mereka jadi bahan komersialisasi.
Ia menekankan bahwa meskipun subjek tidak memiliki akun atau tidak menyetujui kebijakan privasi platform, fotografer tetap dapat mengambil dan mengunggah foto ke server FotoYu, menghilangkan hak subjek untuk memberikan persetujuan (consent).
Senada, akun @RadenFarrelDhar mempermasalahkan isu izin (consent). Ia menilai persetujuan yang tercantum dalam Syarat dan Ketentuan (T&C). Bahwa FotoYu tidak dapat menggantikan izin langsung dari orang yang jadi subjek foto.
Kritik serupa juga muncul dari akun @BudiDarm. Ia menyoroti potensi penyalahgunaan data privasi dan minimnya perlindungan data bagi para subjek foto. Selain itu Ia juga menilai tren ini termasuk praktik yang tidak sehat.
Kekhawatiran warganet semakin memuncak setelah beberapa pengguna menemukan foto mereka muncul di FotoYu padahal mereka tidak sedang berada di lokasi event ramai atau CFD.
Salah satu pengalaman meresahkan dari akun @AmadeusNawawi, yang mengaku ada seseorang yang melintas menggunakan motor memotretnya secara acak saat ia hanya berlari di area perumahan, dan foto tersebut muncul di FotoYu beberapa jam kemudian.
Keluhan lain datang dari akun @chocokrunZ. Ia menunjukkan bahwa aktivitas pemotretan acak di ruang publik non-resmi menimbulkan rasa risih dan ketidaknyamanan bagi masyarakat yang sedang berolahraga.
Komdigi Buka Suara, Fotografer Wajib Patuh UU PDP
Menanggapi fenomena ini, Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) memberikan tanggapan tegas. Direktur Jenderal Pengawasan Ruang Digital Komdigi, Alexander Sabar, mengingatkan bahwa fotografer wajib mematuhi Undang-Undang Pelindungan Data Pribadi (UU PDP).
Alexander menjelaskan bahwa foto seseorang, terutama yang menampilkan wajah atau ciri khas, termasuk dalam kategori data pribadi karena dapat berfungsi untuk mengidentifikasi individu secara spesifik. Oleh karena itu, setiap kegiatan pemotretan dan publikasi foto untuk tujuan komersial harus memperhatikan aspek etika dan hukum perlindungan data pribadi.
Sesuai UU PDP, pemrosesan data pribadi—mulai dari pengambilan, penyimpanan, hingga penyebarluasan—harus memiliki dasar hukum yang jelas. Hal ini salah satunya melalui persetujuan eksplisit dari subjek data.
Selain itu, Alexander juga mengingatkan fotografer untuk mematuhi ketentuan hak cipta yang melarang pengkomersialan tanpa izin. Ditjen Wasdig Komdigi berencana mengundang perwakilan fotografer dan asosiasi terkait. Mereka berencana berdiskusi dan memperkuat pemahaman mengenai kewajiban hukum dan etika fotografi dalam konteks pelindungan data pribadi.
Baca Juga:





