Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen), Prof. Dr. Abdul Mu’ti, M.Ed., mengeluarkan pernyataan tegas melarang anak-anak bermain game Roblox. Larangan ini disampaikan saat kunjungan kerja di SDN Cideng 2, Jakarta Pusat, dalam rangka peluncuran program Cek Kesehatan Gratis (CKG) untuk siswa sekolah dasar.
BACA JUGA :
- 3 Alasan Roblox Dilarang di Indonesia, Kamu Harus Tahu!
- Cara Mengatasi Lag di Roblox dengan Mudah dan Cepat
- Cara Update Roblox dengan Mudah di Berbagai Perangkat
Larangan Anak Main Roblox oleh MendiKdasmen

Menurut Abdul Mu’ti, Roblox mengandung unsur kekerasan yang tidak sesuai dengan usia anak-anak. Ia menyoroti bahwa dalam banyak permainan di Roblox, terdapat aksi seperti membanting karakter, berkelahi, dan kekerasan fisik lainnya. Hal tersebut, katanya, sangat mungkin ditiru oleh siswa di kehidupan nyata karena belum memiliki kemampuan membedakan antara dunia maya dan dunia nyata.
“Kalau mereka melihat karakter dibanting dalam game, lalu menirunya ke teman di sekolah, bisa sangat berbahaya,” ujar Mu’ti kepada wartawan, Minggu (4/8).
Selain kekerasan, Mendik Mu’ti juga mengkhawatirkan dampak kesehatan fisik dan mental akibat penggunaan gawai berlebihan untuk bermain game. Ia menyebut bahwa anak-anak bisa menjadi mager (malas gerak), kehilangan fokus belajar, dan memiliki risiko mengalami gangguan emosional jika terlalu sering terpapar konten game tanpa pengawasan.
Dalam pernyataan lanjutan, Mu’ti menegaskan pentingnya peran orang tua dan guru dalam mengawasi aktivitas digital anak-anak. Ia meminta sekolah untuk lebih aktif memberikan edukasi literasi digital dan mengajak anak menonton konten edukatif seperti Dora the Explorer yang dinilai lebih aman dan mendidik dibanding Roblox.
“Roblox no, Dora yes,” ucap Mu’ti dengan nada serius namun ringan, disambut tawa para siswa.
Larangan ini bersifat imbauan, bukan pelarangan secara hukum. Namun, pernyataan tersebut memicu diskusi publik, terutama di kalangan orang tua dan pemerhati anak.
Menanggapi hal ini, Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Arifatul Choiri Fauzi, menyatakan dukungannya terhadap larangan tersebut. Ia menyebut bahwa banyak anak-anak yang memainkan Roblox tanpa pengawasan, bahkan mengakses konten berisiko yang tersembunyi di balik game buatan pengguna di dalam platform.
Di sisi lain, pengamat media digital anak menilai langkah pemerintah perlu diikuti dengan penguatan sistem filter konten dan literasi digital. “Anak-anak memang harus dilindungi, tapi pendekatannya juga harus berbasis edukasi, bukan sekadar pelarangan,” ujar Nur Azizah, peneliti media dan teknologi dari Universitas Indonesia.
Roblox sendiri merupakan platform game online yang memungkinkan pengguna membuat dan memainkan berbagai game buatan komunitas. Meskipun memiliki sistem pengawasan usia, Roblox kerap dikritik karena masih longgarnya moderasi terhadap konten dewasa dan kekerasan yang tersembunyi di beberapa game.
Dengan makin meluasnya akses anak terhadap gawai, larangan Mendikdasmen terhadap Roblox menjadi peringatan penting bagi orang tua, sekolah, dan seluruh pihak terkait untuk lebih serius memperhatikan konten digital yang dikonsumsi anak-anak.