Film IndonesiaMovieReview Film

[Movie Review] 3 (Tiga), Film Berani dan Nekat Ubah Indonesia

Menurut kamu apa sih arti dari film yang berani itu? Di Indonesia, bisa jadi ada yang mengartikannya dengan menampilkan hal-hal tabu, seperti seksualitas, kekerasan, atau pandangan yang kurang populer. Atau, mungkin banyak dari kita  yang mengartikannya berani keluar biaya besar untuk memproduksi sebuah film terlepas dari risiko bisnisnya.

Tetapi, film 3 (Tiga) yang disutradarai Anggy Umbara mengingat bahwa ada satu lagi jenis keberanian yang selama ini jarang dibuat: berani berimajinasi. Genre “laga futuristis” yang disematkan dalam film ini sudah cukup menegaskan itu.

Film 3 ini memberikan gambaran perubahan yang terjadi di Indonesia dalam kurun waktu 20 tahun ke depan. Sebagai respons dari berbagai perseteruan antar agama dan pengeboman tempat-tempat umum, perburuan terhadap berbagai gerakan radikal agama semakin gencar oleh aparat negara. Di saat hampir bersamaan, timbul gerakan baru untuk menegakkan hak asasi manusia dalam setiap aspek.

3 (Tiga), Film Berani dan Nekat Ubah Indonesia

Revolusi pun terjadi di Indonesia pada tahun 2036, dengan prinsip menjunjung tinggi HAM dan kebebasan. Perdamaian tampaknya mulai tercipta. Senjata tajam dilarang, sehingga aparat hanya mengandalkan senjata berpeluru karet dan keahlian bela diri, dan salah satu bela diri itu adalah silat.

Media menyorot tiap gerak-gerik agar tidak kecolongan melakukan pelanggaran HAM. Di sisi lain, tuang untuk kegiatan beragama semakin mengecil, menjalankan ibadah telah di anggap tabu, bahkan tempat-tempat seperti pondok pesantren dianggap sarang terorisme.

Pemeran Alif (Cornelio Sunny)
Pemeran Alif (Cornelio Sunny)

Di sinilah toko Alif (Cornelio Sunny), Herlam (Abiamana Aryasatya), dan Mimbo (Agus Kuncoro) ditempatkan. Mereka adalah tiga sahabat dari perguruan silat yang sama waktu remaja, namun semua berubah ketika revolusi dimulai. Perguruan silat mereka tutup, dan ketiganya memilih jalan masing-masing.

Alif menjadi aparat datasemen anti teror yang bertekad memberantas kriminalitas dan terorisme apa pun bentuknya. Herlam menjadi seorang jurnalis di sebuah media liberal dengan tetap memegang idealismenya. Sementara Mimbo menjadi seorang ustazd di sebuah pondok pesantren yang terus dalam pengawasan negara.

Tiba-tiba, sebuah bom meledak di sebuah cafe dan menewaskan puluhan orang. Kasus ini mempertemukan ketiga sahabat ini dalam sebuah misteri yang mengancam mereka. Kecurigaan bahwa pengeboman ini dilakukan kelompok radikal agama membuat Alif harus berhadapan dengan Mimbo.

Herlam pun terusik untuk mencari kebenaran dari kasus tersebut, sekaligus berusaha menjaga agar kedua sahabatnya tidak bertarung. Sedikit demi sedikit misteri terungkap, mereka menyadari bahwa kasus ini melibatkan hal yang lebih besar.

Sampai saat ini, mungkin hanya film 3 yang berani menyajikan cerita dengan latar Indonesia jauh pada masa depan, lengkap dengan perubahan keadaannya. Tidak berlebihan jika mengatakan bahwa kehadiran film 3 merupakan sebuah penyegaran.

Tetapi, yang lebih utama dari sekedar mengaplikasikan latar waktunya, adalah merancang setiap detail dari dunia dan masa yang belum terjadi agar believable. Film 3 berhasil mengatasi itu.

Film 3 menampilkan Indonesia yang telah menjunjung nilai-nilai liberal setelah revolusi. Ini memang bukan sepenuhnya sebuah imajinasi, karena sudah terjadi di dunia sekarang ini, hanya saja mungkin belum di Indonesia. Tetapi, film 3 berhasil memindahkan keadaan itu sehingga masuk akal dalam konteks bangsa Indonesia.

Pemeran Herlam (Abiamana Aryasatya)
Pemeran Herlam (Abiamana Aryasatya)

Tidak Hanya Satu Dimensi

Tidak salah apabila ada yang menganggap film ini hanya cerita omong kosong, dan membawa pesan bahwa sepatutnya ajaran agama tetap dijalani sekalipun dalam keadaan tertekan. Hal ini diteguhkan dengan ketiga karakter utama yang masih memegang ajaran Islam–walau dalam kadar yang berbeda.

Bahkan, nama panggilan mereka adalah Alif, Lam, dan Mim, berdasarkan tiga huruf pertama dalam beberapa surat di Al-Qur-an. Namun, bukan cuma itu yang bisa didapat dari film ini.

Plot film ini menghadirkan konsep suatu masalah dari sudut pandang tiga tokohnya, maka prinsip itu juga muncul dalam penuturannya. Itu sebabnya  di awal film ada anjuran untuk menonton film ini sampai selesai.

Contohnya, film ini bisa dianggap bercerita tentang kebaikan melawan kejahatan, tetapi yang kemudian bergulir adalah pertarungan antara pihak-pihak yang sama-sama merasa berhak menciptakan perdamaian.

Pemeran Mimbo (Agus Kuncoro)
Pemeran Mimbo (Agus Kuncoro)

Yang pasti, segalanya tidak ditampilkan dalam dimensi yang tunggal, dan itu juga yang menjadi salah satu bentuk keberanian dan kenekatan film ini. Mungkin yang agak sulit dilakukan adalah menganggap film ini hanya film laga dengan deretan pertarungan. Sebab, justru cerita dan karakterisasi yang lebih menonjol, kendati adegan laganya tidak sedikit.

Film 3 memang terbilang nekat dalam berbagai segi. Film ini pada akhirnya tidak hanya berhenti di ide yang berani beda, tetapi juga tontonan dengan cerita dan eksekusi yang digarap cermat, komunikatif, serta dengan bonus nilai-nilai hiburan dan pemikiran, sebuah paket yang jarang ditemukan dalam film Indonesia sejauh ini.

Related Posts

Enable Notifications OK No thanks