LIFEs 2025 tidak hanya berfungsi sebagai ajang merayakan kreativitas, tetapi juga sebagai tempat untuk merenungkan bagaimana identitas Indonesia terlihat dari berbagai sudut pandang, salah satunya penampilan dari Sukatani. Para penampil, seniman, dan pembicara turut hadir untuk mengungkapkan pengalaman serta perspektif mereka tentang arti dari identitas Indonesia saat ini.
Komunitas Salihara Arts Center baru saja mengakhiri rangkaian Festival Sastra & Ide (LIFEs) 2025. Mereka menampilkan pertunjukan yang penuh makna pada Sabtu malam (16/8/2025). Festival ini berlangsung pada 8 Agustus, mengangkat tema “Menjadi Indonesia”, menciptakan sebuah platform besar yang menyuguhkan berbagai acara seni, diskusi, dan pameran.
Sebagai puncak dari kegiatan yang berlangsung selama lebih dari seminggu, panggung Salihara menampilkan pertunjukan The Gaza Monologues (Monolog Gaza). Mereka yang membawakan monolog tersebut adalah Iman Aoun, Gladhys Elliona, Sukatani, dan Alfian Sa’at.
Sukatani Tutup LIFEs 2025

Monolog Gaza sendiri adalah kumpulan cerita karya pemuda Palestina yang selamat dari serangan militer dan terus menjalani kehidupan di tengah penjajahan. Pertunjukan ini melambangkan dukungan global untuk upaya rakyat Palestina. Kelompok Sukatani menjadi penutup acara dengan sebuah konser musik.
Melansir tvOne, di LIFEs 2025 yang berlangsung di Salihara, penonton menyaksikan enam naskah karya Ali Abu Yassin, Suha Al Mamlouk, Heba Daoud, dan Niveen Ziada.
Melalui cerita-cerita ini, audiens mendengarkan kisah tentang perang dan kehilangan. Selain itu mereka juga mendengarkan tentang keberanian, harapan, dan nilai-nilai kemanusiaan yang tetap hidup meskipun di tengah situasi kekerasan.
Acara ini pertama kali diinisiasi oleh Ashtar Theatre yang berlokasi di Ramallah, Palestina, pada tahun 2010 dan sejak saat itu telah dipertunjukkan di berbagai belahan dunia.
Setelah pementasan monolog selesai, dilanjutkan dengan penampilan kelompok musik Sukatani untuk menutup festival. Kehadiran Monolog Gaza bersama Sukatani dianggap sebagai wujud dukungan terhadap perlawanan melawan kekuatan yang represif dan otoriter.
Monolog Gaza mengangkat tema tentang penderitaan dan ketahanan rakyat Palestina dalam menghadapi pendudukan, sedangkan Sukatani berfungsi sebagai suara perlawanan dari masyarakat sipil terhadap rezim yang bersifat militeristis dan oligarkis. Kedua pertunjukan ini terjalin dalam semangat yang sama, yaitu menggunakan seni sebagai sarana untuk berjuang.
Baca Juga: