MovieReview Film

Review Spider-Man 2 (2004): Bukan Film Superhero Biasa

Apakah Spider-Man 2 milik Sam Raimi memang film Spider-Man paling terbaik? Langsung saja simak review Spider-Man 2 nya berikut ini!

Baik kita fans film superhero atau yang biasa-biasa saja, pastinya kita sering mendengar salah satu dari sekian banyak pernyataan legendaris di genre ini. Pernyataan tersebut adalah, “Spider-Man 2 merupakan film superhero terbaik sepanjang masa”.

Mungkin sebagian dari kita mengatakan kalau pernyataan tersebut benar adanya. Namun pastinya terdapat sebagian besar dari kita juga yang masih meragukan pernyataan tersebut. Selain mungkin saja belum nonton filmnya, mungkin kita masih merasa bingung banget mengapa seluruh audiens dan kritikus sampai memberikan penilain super tersebut.

review Spider-Man 2 2004
Spider-Man 2 | Sony Pictures Releasing

Nah hal serupa juga gue rasakan kembali ketika ingin menyaksikan sekuel Spider-Man arahan Sam Raimi ini. Apa memang iya Spider-Man 2 adalah film superhero terbaik sepanjang masa? Atau selama ini gue hanya ikut-ikutan hype train saja?

Well, setelah menyaksikan filmnya lagi dengan keadaan pikiran dan seluruh diri yang benar-benar segar dan “polos”, gue bisa mengatakan bahwa pernyataan tersebut memanglah benar adanya. Lalu mengapa Spider-Man 2 dianggap sebagai salah satu film superhero terbaik sepanjang masa?

Langsung saja simak review Spider-Man 2 berikut ini.

Review Spider-Man 2 (2004)

Bukan Sekedar Film Superhero Pada Umumnya

https://www.youtube.com/watch?v=8yOnVGiqMNA

Oke, langsung saja ya gue jawab. Jadi alasan utama mengapa Spider-Man 2 dianggap sebagai best superhero movie ever, adalah sekuel ini bukanlah sekedar film superhero pada umumnya. Dan semuanya ini difaktori oleh penulisan naskah beserta screenplay yang terasa jauh lebih membumi dan relatable dengan kita-kita sebagai audiens.

Mengadaptasi storyline komik Spider-Man No More! yang dipublikasikan dari bulan April hingga Juni 1967, tim penulis adpatasi cerita  Alfred Gough, Milles Millar, dan Michael Chabon, mengadaptasikan storyline-nya dengan sangat baik.

Ketiganya diperkuat dengan screenwriter Alvin Sargent (The Amazing Spider-Man), sukses menampilkan sisi kompleksitas yang dialami oleh Peter Parker (Tobey Maguire) sebagai Spider-Man dan juga Peter di kehidupannya sehari-hari.

Dari adegan pembuka saja kita sudah melihat betapa sulitnya Peter dalam menyeimbangkan kehidupan gandanya tersebut. Yang alhasil, membuatnya ia dipecat dari pekerjaannya sebagai pengantar Pizza, nilai ujiannya yang terus menurun, dan tentunya sering terlambat untuk menghadiri apapun.

Plot Kompleksitas Yang Sangat Segar di Zamannya

https://www.youtube.com/watch?v=wpvHKl-EBik

Nah, karena akhirnya sudah gak tahan kehidupan pribadinya yang terus menjadi kacau balau, iapun akhirnya memutuskan untuk membuang kostum Spider-Man nya. Iapun ingin menjadi Peter Parker seperti dulu.

Pokoknya, ia tidak mau mengecewakan lagi Profesor kuliahnya Dr. Curt Connors (Dylan Baker) dan tentunya sahabat baik sekaligus gebetannya, Mary Jane (Kristen Dunst). Namun ya pada akhirnya karena melihat tingkat kejahatan yang semakin meningkat ketika ia “pensiun” sebagai si muka jaring, pada akhirnya, iapun terpaksa kembali menjadi sosok Spider-Man nya lagi.

Kekompleksitasan plot Spider-Man 2 tersebut, tak memungkiri sangat segar banget ketika filmnya rilis 17 tahun yang lalu. Belum ada film superhero manapun yang kala itu sampai men-tackle permasalahan superhero sedalam ini.

Alhasil, membuat film Spider-Man 2 ini sekali lagi bukan hanya sekedar film-film superhero pada umumnya kala itu. Plot yang diusung Spider-Man 2 ini membuat film ini sebagai film studi karakter seperti hal-nya film supervillain hit, Joker (2019).

Seperti film tersebut, seluruh masalah dan keputusan yang Peter ambil dalam film ini, hingga kini masih menjadi salah satu bahan diskusi penting di kalangan fanboy dan Cinephile. Apabila sebuah film sudah bisa menjadi bahan diskusi layaknya sebuah permasalahan logis nan ilmiah, maka fix banget kalau filmnya memanglah film yang oke banget.

Doc-Ock, Villain Yang Sama Kompleksnya Dengan Peter

Masih dalam rana kompleksitas yang diusung dalam filmnya ini. Dan faktanya bukan hanya Peter yang kompleks karakternya di film ini. Sang villain, Dr. Otto Octavius aka Doc-Ock, juga memiliki kekompleksitasan karakter yang amat sangat.

Ia tidak seperti villain film pertamanya, Norman Osborn aka Green Goblin (Willem Dafoe) yang menjadi villain jahat setelah disakiti, justru awalnya bukanlah seorang villain. Doc-Ock bahkan gak pernah memiliki niatan untuk menjadi villain.

Namun gara-gara mesin-mesin tentakel di punggungnya itu mempengaruhinya untuk berbuat melawan hukum dan juga Otto memang sedang butuh untuk membangun mesin pembuat tenaga mataharinya, alhasil iapun menjadi sosok villain.

Untunglah pada akhirnya ia kembali sadar bahwa ia telah berbuat kekacauan besar dan, menjadi sosok protagonis seperti pada awal kita bertemu dengannya.

https://www.youtube.com/watch?v=jeNLHfDGzVk

Dengan kekompleksitasannya tersebut, hal ini tidak hanya membuat Dr. Octopus sangat relatable, namun juga membuatnya tidak terasa satu dimensional. Alias banyak layer pada karakternya tersebut.

Dan tentunya kekompleksitasan Doc-Ock yang kita lihat tersebut, tidaklah akan bisa terintepretasikan dengan sempurna tanpa performa mengagumkan dari Molina. Aktor asal London, Inggris ini, sukses menghidupkan kekompleksitasan Doc-Ock tersebut.

Memang, kalau kita bandingkan dengan performa Dafoe sebagai Green Goblin, tentunya performa Dafoe masih jauh lebih keren dan karismatik. Namun apabila kita tidak membandingkannya, Molina tetap dan memang aktor yang sangat tepat untuk memerankan sosok Doc-Ock nya.

Chemistry-nya dengan Maguire baik ketika ia sebagai Peter Parker atau Spider-Man, jugalah terasa jauh lebih personal.

Maguire-Dunst Yang Kian Klop Saja

Penampilan keren nan mengagumkan dalam film ini faktanya bukan hanya pada Molina saja. Maguire sebagai Peter dan Dunst sebagai Mary Jane juga sama mengagumkannya. Baik performa individual maupun bersama, keduanya terlihat lebih mantap daripada di film pertamanya.

Hal ini ditambah lagi dengan chemistry keduanya yang terlihat kian klop saja. Kelihatan banget kalau keduanya kian nyaman dan klik banget satu sama lainnya. Memang sih tidak semengagumkan chemistry Andrew Garfield dan Emma Stone dalam The Amazing Spider-Man.

Namun secara keseluruhan, keduanya merupakan salah satu duet layar terbaik sepanjang masa. Rosemary Harris sebagai bibi May pun juga jauh lebih keren dan terpakai di sekuelnya ini. Chemistry-nya dengan Maguire pun juga kian klop saja. Benar-benar seperti bibi-keponakan bahkan, ibu-anak pada umumnya.

Revolusi Dalam Genre Superhero

https://www.youtube.com/watch?v=du9StHQYGGs

Akhirnya kita kembali pada pertanyaan awal dalam review Spider-Man 2 ini. “Apakah film ini memang benar merupakan film superhero terbaik sepanjang masa?”.

Yap, benar banget jawabannya. Dengan konsep yang lebih ke studi karakter dan aspek konsekuensi terhadap berbagai keputusan yang karakternya ambil ini, alhasil membuat Spider-Man 2 beda banget dengan film superhero pada umumnya.

Bahkan, apa yang film ini persembahkan sukses me-revolusi genre superhero menjadi seperti yang kita lihat dan rasakan saat ini. Mungkin kalau Spider-Man 2 Raimi ini kala itu “ancur”, genre superhero hingga kini, tidaklah akan dianggap seserius seperti sekarang.

Jadi ya terlepas dari seluruh aksi-aksi serunya, sinematografinya yang sangat keren pada zamannya, dan juga seluruh fantsi khayal yang kita saksikan, Spider-Man 2 merupakan karya film yang sangat masterpiece nan revolusioner.

Oke deh guys, itulah tadi seluruh ulasannya. Semoga review Spider-Man 2 ini bermanfaat ya.

Related Posts

Load More Posts Loading...No more posts.
Enable Notifications OK No thanks