Review No Time to Die ini tidak mengandung SPOILER apapun.
“This is the End”. Ya rasanya lirik pembuka soundtrack film James Bond ke-23, Skyfall (2012) yang dilantunkan oleh Adele ini pas banget sebagai pembuka review ini.
Karena seperti kita ketahui, film James Bond 007 yang akan kita review ini, merupakan film final aktor Bond-nya, Daniel Craig. Memang, kalau kita yang punya studio MGM atau kerabat dekat Craig, kita akan membujuknya untuk main di 1 atau 2 film Bond lagi.
Tapi ya sayangnya kita hanya audiens / fans dari kejauhan. Jadi ya mau diapakan lagi? Ini sudah keputusan bulat dari aktor Bond yang kini sudah berusia 53 tahun ini. Jadi ya sudah. Mari kita sekarang ulas saja film Bond terakhirnya ini.
Dan dalam review No Time to Die dari media dan reviewer YouTube yang sudah-sudah, banyak yang mengatakan kalau film ini merupakan film Bond terbaik. Tidak hanya Bond terbaik untuk versi Craig, namun juga Bond terbaik secara general.
Apa memang benar demikian? Langsung saja simak review No Time to Die berikut ini.
Masa Pensiunan Bond Yang Terganggu

Film ke-25 James Bond ini mengisahkan setelah misi penangkapan bos besar Spectre, Erns Stavro Blofeld (Christoph Waltz) di film sebelumnya Spectre (2015).
Setelah menangkap dan memenjarakan saudara tirinya ini, Bond dan istrinya, Madeleine Swann (Lea Seydoux) memutuskan untuk meninggalkan kehidupan spionase lama mereka. Keduanya pun lantas memutuskan untuk memulai kehidupan baru di Italia.
Awalnya semua berjalan lancar hingga pada suatu hari ketika Bond sedang melakukan perjalanan ke sebuah lokasi untuk memaafkan masa lalunya itu, ia terkena ledakan hebat. Bond memang selamat.
Namun ia merasa bingung saja, mengapa walau keduanya sudah berada di tempat jauh dan sudah meninggalkan masa lalunya, keduanya masih saja ada yang ingin membunuh mereka. Setelah diusut, ternyata pihak yang mau membunuh mereka gak lain dan gak bukan adalah kelompok Spectre.
Lyutsifer Safin

Nah ketika melihat hal ini, tak ayal Bond pun curiga kalau Madeleine lah yang membocorkan keberadaan keduanya. Walau Madeleine sudah berkali-kali mengatakan kalau bukan dia yang melakukan, tetap saja Bond gak percaya.
Iapun lantas meninggalkan sang istri. 5 tahun kemudian, ancaman baru pun datang. Spesifiknya dari seorang teroris yang bernama Lyutsifer Safin (Rami Malek). Safin dengan dibantu dengan ilmuwan MI6, Valdo Obruchev (David Dencik), mencuri senjata biologis dengan nama, Project Heracles.
Tujuan keduanya mencuri senjata berbahaya tersebut untuk membunuh target utama Safin yang ternyata, target Safin ini ada hubungannya juga dengan Madeleine. MI6 dan CIA pun juga ikut dipusingkan dengan hal ini karena Safin juga ingin menggunakan Heracles untuk membunuh semua populasi manusia di bumi ini.
Gara-gara ini mau gak mau, M (Ralph Fiennes) pun harus meminta bantuan Bond lagi walau ia sudah lama dipensiunkan sebagai agen 007-nya. Kini MI6, Bond, CIA, agen 007 baru, Nomi (Lashana Lynch), dan seluruh rekannya, harus berjuang keras untuk menghentikan aksi edan Safin ini.
Bukan Film Bond Terbaik

Sebelum melanjutkan, mungkin kalian kini merasa protes atau kesal dengan gue yang membocorkan kalau Nomi-nya Lynch adalah agen 007 baru. Well, ini bukan spoiler kok. Karena sudah banyak orang yang berspekulasi dan bahkan terang-terangan membocorkan hal ini bahkan, sebelum filmnya rilis.
Jadi ya mau gimana lagi, ini udah bukan spoiler sama sekali. Tapi yang jelas, nanti ada twist mininya kok. Jadi tenang aja oke? Oke, balik lagi ke pembahasan. Jujur gue dan banyak fans yang berharap banget agar No Time to Die memang menjadi film Bond terbaik seperti yang telah dikatakan oleh review-review itu.
Namun tentunya gue gak bisa dong main ikut-ikutan aja. Gue musti obyektif disini. Dan semau-mau nya gue untuk No Time to Die menjadi film James Bond terbaik, namun pada akhirnya film ini ya oke saja. Gak beda jauh dengan film-film Bond sebelumnya.
WALAU memang dari struktur dan feel penceritaan, film Bond 25 ini jauh lebih enteng dan fun banget. Kompleksitas plot permasalahannya pun gak kompleks-kompleks banget seperti film-film sebelumnya.
Penutup Yang Pas Bagi Bond Craig

Walau demikian, melalui review No Time to Die ini bisa gue katakan kalau pada saat yang sama, film arahan Cary Joji Fukunaga ini juga merupakan penutup (salam perpisahan) yang sangat pas bagi seluruh kisah karakter Bond milik Craig.
Kalau dalam bahasa kerennya, penutup ini adalah full circle. Intinya perpisahannya tetap sejalan dengan aspek lore dari karakter Bond Craig ini dari sejak awal debutnya di Casino Royale (2006). Tentunya gue gak mau menjelsakan lebih detail dari aspek lore tersebut. Karena bisa potensi SUPER SPOILER.
Tapi kalau kamu yang fans atau sudah nonton kelima film Bond Craig, pasti tahu dengan aspek lore tersebut. Yang jelas sekali lagi film ini penutup yang fitting banget. Dan kitapun ketika akhirnya menyaksikan Craig pada adegan ending, merasa sangat lega dan puas.
Dengan ending-nya itu, mau siapapun nanti yang akan menjadi aktor Bond berikutnya, akan memiliki PR berat untuk menghapus memori kita terhadap Bond-nya Craig ini.
Sinematografi Keren, Action Yang Sedikit Kurang Menendang

Dengan lokasi syutingnya yang berada di Italia, Norwegia, dan Jamaika, tak ayal membuat sinematografi film ini terlihat indah banget. Apalagi yang di Italia. Rasanya ketika melihat, kita ingin banget untuk segera masuk ke dalam lokasinya.
Oh ya, Jamaika pun juga asyik. Terasa banget nyiur pantai mantapnya itu. Namun sayang hal tersebut gak diimbangi dengan aspek action-nya yang sedikit kurang begitu nendang. Sekali lagi gue tekankan, SEDIKIT KURANG.
Karena terdapat beberapa sekuens action yang keren banget. Dan favorit gue mungkin adalah adegan action yang dilakukan oleh mata-mata seksi yang menjadi partner singkat Bond, Paloma (Ana de Armas).

Pokoknya sudah seksi, asyik, badass banget pula. Sayang banget sekali lagi penampilannya sangat singkat dalam film ini. Padahal selain aksinya badass, karakter Paloma memiliki backstory yang sangat menarik. Juga chemistry-nya dengan Bond disini sangat fun banget.
Mungkin chemistry ini terpengaruh juga oleh Armas dan Craig yang sebelumnya juga pernah adu akting dalam film drama misteri hit, Knives Out (2019). Karena dalam film tersebut, chemistry keduanya juga sangat tokcer. Semoga saja deh MGM nantinya mau untuk bikin film atau seri spin-off dari karakter Paloma ini.
Daniel Craig Jauh Lebih Fun

Selain chemistry-nya dengan Armas dan aktor-aktor lainnya, faktor fun pun juga kelihatan sekali ketika Craig harus beradegan solo. Ya, mungkin inilah pertama kalinya kita melihat Craig jauh lebih santai, fun, dan bahkan playful dengan peran Bond-nya ini.
Dalam 2 film pertamanya, ia masih terlihat sangat serius, Skyfall, sudah lebih enteng, Spectre kian enteng, dan sudah terlihat kian enak saja dalam film penutupnya ini. Ya, kalau kita pikir cukup miris. Baru pada garis finish ia baru start. Tapi lebih baik terlambat daripada tidak sama sekali bukan?
Tapi jangan salah guys. Walau ia jauh lebih fun, Craig masih sukses menunjukkan badass-nya sebagai Bond. Jadi ya seimbang banget penampilannya dalam film ini.
Lashana Lynch Oke Juga Sebagai 007 Baru

Ya sekali lagi ini bukan spoiler. Sudah banyak banget yang tahu akan hal ini bahkan dari film ini masih produksi. Dan yang gue bisa katakan, PLEASE berhenti menghujat atau protes akan hal ini.
Karena selain sudah terlanjur dilakukan, juga faktanya Lynch keren banget sebagai 007 barunya. Ia terlihat sangat badass dalam film ini. Semoga saja ke depannya, ia kian mempertimbangkan untuk lebih sering main lagi dalam film-film action atau mata-mata sejenis ini.
Mungkin kalau franchise Mission: Impossible masih terus berlanjut hingga entah seri berapa, Tom Cruise dan tim bisa mempertimbangkan aktris pemeran Maria Rambeau dalam film MCU, Captain Marvel (2019) ini.
Rami Malek Salah Casting

Jujur ketika mendengar pemeran Freddie Mercury dalam film biopik Bohemian Rhapsody (2018) ini terpilih memerankan villain utamanya, gue excited banget. Karena Malek memang sosok aktor yang mumpuni dalam setiap perannya.
Logika kala itu, kalau memerankan Freddie Mercury saja sampai menang Oscar, tentunya akan menjadi pekerjaan mudah bagi Malek untuk memerankan penjahat Bond. Well, sayangnya hal yang terjadi malah justru kebalikannya.
Bukan performa Malek masalahnya disini. Melainkan lebih ke kasus gak cocok saja dengan karakternya. Alhasill, terlihat banget kalau Malek berjuang semaksimal mungkin untuk membaguskan perannya ini. Tapi ya namanya saja sudah gak pas, ya tetap saja gak akan pas.
Soundtrack Billie Eilish Yang Sesuai Dengan Tone Filmnya
Untungnya kekurangan-kekurangan yang ada, juga berhasil tertutupi oleh soundtrack dari Billie Eilish-nya itu. Jujur banget, awalnya gue memang gak begitu bagaimana dengan soundtrack-nya. Namun kian lama (mungkin karena gue juga fanboy Eilish), lama-lama menjadi suka aja.
Nah begitu akhirnya mendengarnya dalam film ini, kecintaan tersebut kian menjadi. Pasalnya bagi gue, mungkin inilah soundtrack Bond era Craig yang keterkaitannya sangat padu padan dengan filmnya. Terakhir kali gue merasa ini adalah ketika mendengar ‘You Know My Name’ milik (alm) Chris Cornell yang menjadi soundtrack Casino Royale.
Dan kerennya, penempatan padu padan adegan dan soundtrack-nya ini lumayan banyak. Kepadu padanan ini kian terasa memuncak emosinya ketika ditempatkan pada bagian akhir filmnya. Ketika mendengar dan menyaksikan adegannya, WOW jujur kian terasa banget perpisahan kita dengan Mr. Daniel Craig.
Tugas Berat Bagi Aktor Bond Selanjutnya

Pada akhirnya bisa kita simpulkan dari review No Time to Die ini kalau film ini adalah film penutup James Bond yang oke dan pas bagi Daniel Craig.
Dan dengan penutupnya yang sangat mengalir keren ini, akan menjadi tugas yang sangat berat bagi aktor Bond berikutnya nanti, untuk menggantikan image Craig dari kepala kita.
Tapi bukan berarti hal tersebut gak bisa dilakukan. Terbukti dari era aktor Bond awalnya, Sean Connery (Dr. No), lalu era Roger Moore (The Spy Who Loved Me), bahkan era Pierce Bronsnan (Golden Eye), aktor Bond baru faktanya bisa saja menghapus memori audiens-nya dari aktor Bond sebelumnya.
Yang terpenting, sang aktor baru harus bisa meyakinkan kita dan juga, bisa mengkombinasikan dengan baik influens Bond-Bond sebelumnya sehingga, menjadi versi Bond-nya sendiri. Seperti Daniel Craig saja (menurut gue selama ini ya), ia bisa menjadi Bond terkeren karena sukses menggabungkan Bond Connery dan Bond versi Timothy Dalton (License to Kill).
Nah gabungan ini ia mix lagi dengan gayanya sendiri. Sehingga ya kita bisa lihat sendiri bukan hasilnya?
Thank You Mr. Craig

Jadi pada akhirnya melalui review No Time to Die ini gue Cuma mengucapkan satu hal. “THANK YOU MR. CRAIG FOR ALL OF YOUR AMAZING SERVICES!”
Dan satu hal lagi, kalau kamu memang fans franchise 007, mungkin kamu akan sedikit kecewa tapi, tentunya film ini tetap wajib kamu saksikan di layar lebar. Sedangkan bagi kamu yang gak fans banget tapi, ingin banget nonton filmnya, gue saranin untuk nonton dulu ke-4 film sebelumnya ok?
Semoga review No Time to Die nya ini bermanfaat ya guys!